Jumat, 14 Desember 2012

Trakeostomi ; Penanganan Obstruksi Jalan Nafas


I. PENDAHULUAN

Trakeostomi adalah pembuatan lubang dinding anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas atau tindakan membuat stoma agar udara dapat masuk kedalam paru-paru dengan memitas jalan nafas atas untuk mengatasi asfiksi apabila ada gangguan lalu lintas udara pernafasan.1,2,3

Trakeostomi pertama kali dikemukakan oleh Aretacus dan Galen pada abad pertama dan kedua sesudah Masehi. Walaupun tehnik ini dikemukakan berulang kali setelah itu, tetapi orang pertama yang diketahui secara pasti melakukan tindakan itu adalah Antonio Brasavola pada tahun 1546. Prosedur ini disebut dengan berbagai istilah, antara lain laringotomi dan bronkotomi sampai istilah trakeotomi diperkenalkan oleh Heister pada tahun 1718. Pipa trakeostomi yang pertama dengan kanul diperkenalkan oleh Gorge Martinedi Inggris kira-kira tahun 1730 untuk menghindari sumbatan pipa pasca bedah.2

Trakeostomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang mengalami obstruksi saluran nafas diatas trakea dan tidak dapat diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi. Trakeostomi juga dilakukan pada penderita yang memerlukan bantuan pernafasan buatan untuk waktu yang lama dan memerlukan pertolongan pembersihan jalan nafas yang memadai.Saat ini, diberbagai pusat, intubasi dilakukan pada kasus-kasus darurat, jika tuba dianggap dapat dilepaskan dalam satu minggu. Setelah 72 jam apabila tuba masih dibutuhkan barulah dilakukan trakeostomi.1,4

II. ANATOMI TRAKTUS RESPIRATORIUS
Saluran napas bagian atas
Hidung memiliki peranan yang sangat penting pada saluran napas bagian atas. Ketika udara masuk melalui hidung, partikel-partikel debu dan kotoran akan difiltrasi.Membran mukosa nasofaring selanjutnya akan menyaring udara tersebut, menghangatkan, dan melembabkannya.5

Udara inspirasi akan turun melalui orofaring ke laringofaring kemudian melewati faring di mana plica vocalis berada. Laring terletak di atas trakea. Ketika seseorang menghirup udara, plica vocalis terbuka, memungkinkan udara untuk melewati trakea dengan bebas.5

Trakea berakhir pada percabangan bronkus utama kiri dan kanan yang masuk ke paru-paru. Tiap-tiap bronkus masuk melalui hilus (tempat di mana pembukuh darah, nervus, dan lain-lain keluar masuk organ). Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertikaldaripada bronkus kiri.5


Gambar 1. Saluran Nafas Bagian Atas (dikutip dari kepustakaan no.6)

Saluran napas bagian bawah
Segera setelah memasuki paru-paru kiri dan kanan, bronkus bercabangmenjadi bagian-bagian yang kecil atau bronkus sekunder yang memasuki masing-masing lobus ( tiga lobus di kanan dan dua lobus di kiri). Bronkus sekunder ini kemudian bercabang lagi menjadi bagian yang lebih kecil atau bronkiolus. Secara structural, bronkus sangat mirip dengan trakea. Dindingnya memiliki cincin-cincin kartilago dan dilapisi membrane mukosa bersilia.5


Gambar 2. Saluran Nafas Bagian Bawah (dikutip dari kepustakaan no.5)

Paru-paru merupakan organ pernapasan sebenarnya di mana gas-gas dalam darah dan udara bertukar. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus dan paru-paru kiri memilki dua lobus. Setiap lobus kemudian terbagi lagi menjadi lobulus. Lobulus memiliki bentuk dan ukuran yang ireguler, tapi lobulus mendapat suplai udara dari bronkiolus. Ketika memasuki lobulus, bronkiolus bercabang-cabang menjadi bagian yang sangat kecil yang disebut bronkiolus terminal yang selanjutnya mencapai unit fungsional paru-paru yaitu alveolus. Di sinilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida.5


Gambar 3. Pertukaran O2 dan co2 di alveoli (dikutip dari kepustakaan no.5)


FISIOLOGI PERNAFASAN
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronkeolus dilapisi oleh membrean mukosa bersilia. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi.7
Gambar 4. Sistem Pernapasan  (dikutip dari kepustakaan 7)


Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawanyang dihubungkan oleh otot otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk sigitiga diantara pita suara yaitu glotis bermuara kedalam trakea dan membentuk bagian atas dari saluran pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran nafas atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting.7

Pada waktu menelan gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu dari epiglottis yang berbentuk daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk kedalam esophagus. Jika benda asing masih mampu melampaui glotis, fungsi batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan secret dari saluran nafas bagian bawah.7

Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Struktur trakea dan bronkus digolongkan denga sebuah pohon dan oleh karena itu dinamakan pohon trakeobronkial. Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun  ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hyoid.1,7
Gambar 5. Anantomi Laring (kanan) dan Potongan melintang trakea (kiri)
(dikutip dari kepustakaan no.8)

Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin berbentuk C yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihanTempat trakea bercabang menjadi bronkus utama dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki banyak saraf dan dan dapat menebabkan bronkospasme dan batuk berat jika dirangsang.7

III. TANDA-TANDA KLINIS OBSTRUKSI PERNAPASAN BAGIAN ATAS
Gejala dan sumbatan laring ialah :9
1.    Suara serak (disfoni) sampai afoni
2.    Sesak napas (dispneu)
3.    Stridor (napas berbunyi) yang terdengar waktu inspirasi
4.    Cekungan yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
5.    Gelisah karena pasien haus udara (air hunger)
6.    Warna muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium dengan tanda dan gejala :9
Stadium 1:  Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu inspirasi dan pasien masih tenang.
Stadium 2:  Cekungan pada waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi dengan timbulnya retraksi di epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor terdengar pada waktu inspirasi.
Stadium 3: Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga terdapat di infraklavikula dan sela-sela iga, di mana pasien sangat gelisah dan dispneu. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini berlangsung terus, maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal karena asfiksia.

IV. FUNGSI TRAKEOSTOMI
Fungsi trakeostomi selain mengatasi obstruksi saluran nafas, trakeostomi juga mempunyai beberapa fungsi fisiologi lain yaitu : 2
a.    Tindakan trakeostomi untuk mengurangi jumlah ruang hampa dalam traktus trakheobronkial 70 sampai 100 ml. Penurunan ruang hampa dapat berubah ubah dari 10 sampai 50% tergantung pada ruang hampa fisiologik tiap individu.
b.    Tindakan trakeostomi untuk mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7).
c.    Trakeostomi dilakukan untuk proteksi terhadap aspirasi.
d.   Trakeostomi memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien dengan gangguan pernafasan.
e.    Trakeostomi memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan.
f.     Trakeostomi memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus.
g.    Trakeostomi mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh tekanan negative intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.

V. PEMBAGIAN TRAKEOSTOMI
Menurut lama penggunaannya, trakeostomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada trakeostomi darurat dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi elektif (persiapan sarana cukup) yang dapat dilakukan secara baik.9

VI. JENIS TINDAKAN TRAKEOSTOMI
Jenis Tindakan Trakeostomi6
1.      Surgical trakeostomi, yaitu tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
2.      Percutaneous trakeostomi, yaitu tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
3.      Mini trakeostomi, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator

VII.  INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI TRAKEOSTOMI
Indikasi Trakeostomi
Trakeostomi dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau suatu prosedur berencana. Indikasi trakeostomi termasuk untuk mengatasi sumbatan jalan nafas dan gangguan non-obstruktif.

Beberapa Indikasi trakeostomi adalah: 9,10
a.       Mengatasi obstruksi jalan nafas atas seperti laring.
b.      Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirupkan akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas vitalnya berkurang.
c.       Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam koma.
d.      Untuk memasang respirator (alat bantu pernafasan).
e.       Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.
f.       Cedera parah pada wajah dan leher.
g.      Pada pasien dengan pipa endotrakeal yang perlu pengantian, pembersihan dan penggunaan lama.

Kontraindikasi trakeostomi.
Satu-satunya kontraindikasi trakeostomi adalah pasien dengan obstruksi laring oleh tumor ganas, karena pada beberapa kasus, trakeostomi yang dilakukan lebih dari 48 jam sebelum pembedahan definitif, menyebabkan insidens kekambuhan pada stoma bertambah.2,10

Penentuan saat trakeostomi
Pasien yang sadar menderitaobstruksi saluran nafas bagian atas biasanya menunjukaan tanda hipoksemia akut, pada keadaan demikian pasien akan kelelahan untuk mempertahankan kadar gas darah yang adekuat sebelum terjadi desaturasi oksigen dalam arteri. Oleh karena itu tanda-tanda desaturasi seperti sianosis, koma dan hipotensi merupakan tanda infusiensi lanjut dan mungkin mendahului resusitasi. Pada umumnya pasien yang ,menderita sumbatan jalan nafas dengan tanda hipoksemia meningkat , harus dilakukan trakeostomi.2

Pasien yang tidak sadar dengan infisuensi pernafasan, tanda klinik hipoksemia mungkin kurang jelas, tapi k­arena kehilangan mekanisme proteksi maka perlu dilakukan trakeostomi lebih dini.2

VIII. ALAT-ALAT TRAKEOSTOMI
Sebelum dilakukan pembedahan, maka alat-alat yang perlu dipersiapkan adalah semprit yang berisi obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran yang sesuai untuk pasien. Pasien atau keluarganya yang akan dilakukan tindakan trakeostomi harus dijelaskan segala resiko tindakan trakeostomi termasuk kematian selama prosedur tindakan.9


Gambar 6. Alat-alat yang digunakan untuk trakeostomi(Dikutip dari kepustakaan nomor 9)


Jenis Kanul
Kanul yang digunakan adalah berbentuk kurva yang diinsersikan masuk ke dalam stoma . Ada beberapa macam kanul, dengan  bagian-bagian kanul yang hampir sama.5

Kanul Portex tersedia dalam berbagai ukuran baik untuk bayi, anak-anak dan orang dewasa. Semua kanul bersifat non toksik sehingga aman digunakan dan sesuai dengan suhu tubuh.Jenis –jenis kanul Portex yaitu :5
a. Portex Blue line
Kanul ini digunakan pada bayi, anak-anak dan orang dewasa. Kanul pada bayi dan anak-anak dibuat dari bahan implant. Bentuknya tidak bercuff dan didesain sesuai bentuk anatomi trakea. Bersayap sehingga pergerakan kanul minimal dan mengurangi trauma pada saluran pernapasan.5

Kanul pada orang dewasa dibuat dari bahan yang lembut sesuai suhu tubuh dan sesuai anatomi saluran napas. Kanul ini mengurangi trauma dan meningkatkan kenyamanan pasien. Bentuk kanul pada orang dewasa yang bercuff  sifatnya volume tinggi dengan tekanan intracuff yang rendah, fleksibel dan dapat berputar.5
b. Portex DIC
Kanul seperti ini mempunyai kanul dalam yang disposibel. Kanul luarnya ada yang rigid dan ada yang fleksibel. Kanul luar fleksibel untuk pasien yang tidak bisa bertoleransi dengan kanul luar rigid. Kanul dalam yang disposibel akan meningkatkan perawatan trakeostomi, tetapi akan menurunkan waktu perawatan.5
c. Portex Specialty tubes, yang dibagi lagi yaitu :5
1.      Portex Laryngectomy Tubes
Kanul laringektomi Portex DIC digunakan untuk mempertahankan jalan napas pasien selama laringektomi.
2.      Portex Trach-Talk Tracheostomy Tubes
Kanul ini didesain untuk menuntun pasien dapat berbicara dengan suara rendah. Kanul ini dibuat untuk mengeliminasi masalah psikologik dan komunikasi semua pasien trakeostomi.
3.      Extra Horizontal LengthTracheostomy Tubes
Kanul ini didesain untuk pasien yang ada ” bull neck ” . Bentuknya yang ekstra panjang dengan aksis horisontal akan memberikan kemampuan bernapas bagi pasien.
4.      Portex Mini-Trach II
Kanul ini dimasukkan ke dalam trakea melalui membran krikitiroid dengan menggunakan kanul kecil (4,0 mm), skalpel dan penuntun. Kanul ini dperuntukkan bagi pasien yang mengalami retensi sputum.
5.      Lo-Profile Tracheostomy Tubes
Kanul ini untuk pasien yang memerlukan trakeostomi jangka panjang. Kanul ini dibuat sesuai kosmetik, mudah penggunaannya, aman dan menyenangkan bagi pasien.
6.      Portex Per-fit Percutaneous Tracheostomy Kit
Digunakan untuk melakukan tindakan trakeostomi perkutaneus berseri. Berguna bagi dokter untuk melakukan tindakan trakeostomi perkutaneus yang aman dan efisien.
Jenis kanul yang lain adalah :5,11
a.    Flexible Shiley Tracheostomy Tube
Kanul ini digunakan pada pembedahan dan insersi perkutaneus. Terdiri dari dua kanul di mana kanul dalam yang dapat dipakai untuk pembedahan atau insersi perkutaneus. Dapat dipakai untuk perawatan di rumah sehingga biaya perawatan tidak banyak dan waktu perawatan tidak lama.
Gambar7.Kanul Flexible Shiley(Dikutip dari kepustakaan nomor 11)

b. Kanul Trakeostomi ber-Cuff
Kanul ini mempunyai balon dengan tekstur yang lembut dan pada bagian bawahnya berfungsi untuk ventilasi bila terjadi kegagalan pernapasan. Cuff bervolume rendah bentuknya seperti balon, sedangkan cuff bervolume tinggi bentuk seperti silinder. Cuff bervolume tinggi lebih bagus karena mencegah terjadinya stenosis. Fungsi kanul ber-cuff secara umum adalah membersihkan udara, proteksi terhadap aspirasi, memberikan ventilasi tekanan positif. 


Gambar 8. Plain Tracheostomy Tube (Dikutip dari kepustakaaan nomor 12)


c. Kanul Trakeostomi non-Cuff
Kanul ini berfungsi untuk membersihkan jalan napas tetapi tidak mencegah terjadinya aspirasi.
Gambar 9. Plain Cuffed Tube. (Dikutip dari kepustakaan nomor 12)


d. Kanul Trakeostomi bentuk Fenestrated
Kanul seperti ini mempunyai lubang yang berfungsi untuk berbicara melalui jalan napas atas. Bentuk kanul seperti ini cocok untuk anak kecil. Fungsi lain dari kanul ini adalah memberikan kemampuan kepada pasien untuk dapat bernapas secara normal ( persiapan dekanulasi ).
Gambar 10. a. Plain Fenestrated Tube     b. Cuffed Fenestrated Tube
(Dikutip dari kepustakaan nomor 12)


IX. TEKNIK TRAKEOSTOMI
Posisi pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30° untuk menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher. 9,13
Gambar 11. Posisi kepala pasien trakeostomi (Dikutip dari kepustakaan nomor 13)


Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. 9
Gambar 12. Lokasi anastesi (Dikutip dari kepustakaan nomor13 dan 14 )


Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter. 9,11,13
Gambar 13. Sayatan kulit pada daerah trakea (Dikutip dari kepustakaan nomor 13 dan 14)


Dengan gunting panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah ditemukan. 9
Gambar 14.Kutis, Sub kutis, dan fasia otot dipisahkan lapis demi lapis (Dikutip dari kepustakaan nomor 9 dan 13)


Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, isthmus tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan isthmus tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.9
Gambar 15. a. Aspirasi udara di trakea, b. Membebaskan isthmus tyroid
(Dikutip dari kepustakaan nomor 9)


Lakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.9
Gambar 16. a. Memotong isthmus tiroid b. Pemasangan Kanul (Dikutip dari kepustakaan nomor 9)

X. TRAKEOSTOMI PADA BAYI DAN ANAK
Indikasi trakeostomi pada anak:15
  1. Paralisis plica vocalis lateral
  2. Hemangioma epiglotis
  3. Stenosis epiglottis
  4. Difteri
  5. Epiglotitis
  6. Edema laring (trauma kimia/termal)
  7. Juvenile laryngeal papillomatosis
  8. Memerlukan ventilator untuk jangka waktu yang lama
  9. Bronchopulmonary Dysplasia dengan kebutuhan oksigen dalam waktu lama.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan berhubungan dengan ukuran dan konsistensi t­rakea pada bayi dan anak. Trakea pada anak dan bayi sangat lunak sehingga identifikasi trakea sangat sulit dan pembedahan yang dilakukan dapat bergeser ke arah yang terlalu dalam atau ke lateral trakea yang dapat merusak nervus laryngeus rekuren, arteri carotis communis, atau apeks pleura.Pada semua kasus trakeostomi seharusnya hanya dilakukan setelah bronkoskop, pipa endotrakea, atau kateter dimasukkan untuk memperbaiki saluran udara pernapasan dan memberi kekakuan pada trakea sehingga memudahkan diseksi dan identifikasi trakea. Saat melakukan insisi pada dinding trakea, harus hati-hati agar pisau tidak masuk terlalu dalam dan merobek dinding posterior. Dengan bronkoskop dalam trakea, dapat membantu untuk terhindar dari komplikasi ini.2,15

Kesulitan lain pada anak adalah pipa trakeostomi sering keluar dari trakea karena leher dalam keadaan fleksi. Dapat juga dilakukan jahitan dengan benang sutra pada tepi insisi trakea untuk menandai dan benang ini dilekatkan ke leher untuk mencegah hilangnya lumen trakea jika pipa bergeser. Trakea harus diperiksa setelah pipa dimasukkan untuk menjaga agar tidak terjadi lipatan ke dalam dari tepi cincin trakea yang dipotong, yang dapat menyebabkan pergeseran pipa dan obstruksi pada saat dekanulasi.2

Sering terjadi kesulitan untuk mendapatkan ukuran pipa trakeostomi yang sesuai. Pipa yang terlalu panjang dapat masuk ke karina atau salah satu bronkus, menyebabkan atelektasis paru sisi lain. Jika lengkung pipa terlalu panjang akan menekan trakea pada batas atas insisi trakea, sedangkan ujung bawah pipa menempel pada dinding anterior trakea, dan lengkung yang terlalu tumpul dapat menyebabkan ulserasi dinding posterior trakea dan esofagus. Oleh karena itu, harus dibuat foto Rontgen leher dan dada pascabedah pada bayi. Pipa silastik rancangan Abeerden ialah yang terbaik digunakan pada bayi dan anak. Alat ini fleksibel, dapat dipotong untuk menyesuaikan panjang, dan memungkinkan aliran udara yang lebih baik karena tidak ada kanul dalam.2

Tabel 1. Pipa trakeostomi yang dianjurkan untuk berbagai umur anak.2

Umur
Diameter luar
Diameter kanul respirator
Prematur
4,5 mm
4,5-5,0 mm
Bayi sampai 3 bulan
4,5-5,0 mm
5,0-5,5 mm
3-6 bulan
5,0-5,5 mm
5,5 mm
6-12 bulan
5,0-5,5 mm
5,5-6,0 mm
1-2 tahun
5,5-6,0 mm
5,5-6,0 mm
3 tahun
5,5-6,0 mm
6,0-6,5 mm

XI. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN PASCA OPERASI16
a.       Mempertahankan jalan napas, terutama 48 jam pertama untuk mencegah tertutupnya jalan napas, membersihkan kanul dalam, pipa trakeostomi yang baru harus dipertahankan 3-5 hari sebelum diganti agar terbentuk saluran yang permanen.
b.      Humidifikasi, untuk mencegah trakeitis dan pembentukan krusta dengan meneteskan 3-4 tetes larutan saline ke dalam pipa.
c.       Penghisapan sekret trakeobronkial, trakeostomi mengganggu fungsi silia dan meningkatkan resiko aspirasi sehingga diperlukan penghisapan sekret secara regular, khususnya beberapa hari pertama.
d.      Periksa tekanan balon (cuff), tekanan balon harus lebih kecil dari tekanan kapiler (<25 cm H2O) untuk mencegah nekrosis (stenosis subglotik, trakeomalasia)
XII. PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI
Bagian terpenting dari trakeostomi adalah perawatan pascatrakeostomi yang membutuhkan ketekunan dan kesabaran. Diperlukan pengawasan secara terus menerus pada pasien untuk mengawasi terjadinya perdarahan atau pergeseran pipa trakeostomi.3 Anak-anak yang memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di rumah, dengan memberikan pendidikan yang cermat pada orang tua dalam cara penggunaan alat sedot yang steril, pengatur kelembaban dan penggantian pipa trakeostomi. Perawat trakeostomi yang terdidik akan sangat membantu. 2

Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang baru harus dipertahankan 2 sampai 3 hari sebelum diganti. Pada saat itu telah terbentuk saluran yang permanen dan sedikit sekali kemungkinan tidak dapat memasukkan pipa kembali. Mengganti pipa sebelum2-3 hari dapat menyebabkan hilangnya lumen trakea. Mengganti pipa trakeostomi pada bayi untuk pertama kali harus tersedia bronkoskop. 2

Kelembaban khusus udara inspirasi yaitu ruangan dengan alat humidifikasi Walton atau sebuah kerah trakea dengan uap basah, akan memberikan kelembaban yang adekuat. Untuk menambah kelembaban atmosfir, perlu diteteskan 3-4 tetes larutan garam hipotonik atau larutan Ringer Laktat ke dalam pipa setiap 3 atau 4 jam. Setelah beberapa hari, kebutuhan tambahan humidifikasi berkurang dan akhirnya dapat berkurang.2
 

Gambar 17.Beberapa hal penting dalam perawatan
pascatrakeostomi(Dikutip dari kepustakaan nomor 20)


Pasien yang ditata laksana di rumah, mesin penghisap merupakan kebutuhan mutlak pada perawatan trakeostomi. Tergantung banyaknya sekret, tindakan penghisapan mungkin diperlukan setiap setengah jam atau lebih. Kateter karet steril dengan lubang di kedua ujungnya dan konektor bentuk Y harus tersedia dan hanya dipakai khusus untuk trakea. Konektor Y memungkinkan kateter dimasukkan ke trakea tanpa alat penghisap bekerja, dan hanya selama penarikan, ujung sambungan Y yang terbuka akan tersumbat, dan alat penghisap akan bekerja. Penghisapan hanya selama 15 detik atau kurang karena pada penghisapan lama dapat terjadi hipoksia dan henti jantung. Penghisapan harus sering dilakukan terutama pada hari-hari pertama sesudah trakeostomi karena sekret traktus trakeobronkial bertambah akibat iritasi trakea. Pasien dengan sekret yang kental dan banyak, perlu pemberian mukolitik intratrakea seperti acetylcysteine untuk mencairkan secret sehingga mudah dihisap keluar.2,15

Pipa trakeostomi terdiri dari 3 bagian: kanula bagian luar dengan sayap, kanula bagian dalam yang dapat dikeluarkan untuk tujuan pembersihan, dan introduser yang berbentuk peluru yang dipasang ke kanula luar (pengganti kanula dalam) untuk membantu memasukkan kembali pipa tersebut. Introduser harus diplester di tempat tidur sehingga tersedia bila diperlukan untuk pemasangan pipa kembali.17

Perwatan luka trakeostomi mencakup penggantian pembalut yang sering dilakukan dan sebisa mungkin memberikan antiseptik lokal povidon-yodium (Betadine). Pasien yang laringnya masih berfungsi dapat bercakap-cakap dengan menutup pipa trakeostomi dengan jari. Hal ini memungkinkan agar udara ekspirasi sekeliling pipa ke atas menuju laring pada waktu ekspirasi. Jari dilepaskan untuk menghirup udara.17

Membersihkan kanul dalam3
Alat yang perlu disediakan ialah botol kecil, kasa perban, penjepit, panci bergagang, saringan, dan cairan penggosok perak.

Cara membersihkan kanul dalam, sebagai berikut:
1). Buatlah larutan sabun di dalam botol.
2). Angkat kanul dalam dengan cara pertama-tama putar kait kecil pengunci kanul dalam dan kemudian tarik kanul dalam ke luar.
3). Cuci kanul dalam dengan air dingin dan kemudian rendam untuk beberapa menit di dalam cairan sabun.
4). Bersihkan bagian dalam kanul dalam dengan kasa yang salah satu ujungnya diikatkan pada suatu tempat. Gunakan penjepit untuk membantu menarik kasa melalui kanul. Tarik kanul dalam ke belakang, ke depan dan seterusnya sekeliling kasa yang diikatkan sampai bagian dalam kanul dalam bersih.
Gambar 18. Pembersihan kanul dalam (Dikutip dari kepustakaan nomor 3)


5). Setelah kanul dalam bersih, cuci dengan baik memakai air dingin yang mengalir.
6). Jika kanul dari perak telah memudar, rendam di dalam cairan pembersih perak untuk beberapa menit, kemudian bersihkan dan cuci.
7). Goyangkan kanul dalam untuk mengangkat tetesan air. Masukkan kanul dalam ke tempatnya dan putar kait kecil pengunci untuk mengunci pada tempatnya.
8). Minimal sekali sehari didihkan kanul dalam setelah dibersihkan.
Merebus kanul dalam3
Tahapan untuk merebus kanul dalam ialah :
1). Tempatkan kanul dalam bersih pada saringan dan tempatkan saringan pada panci bergagang.
2). Isi panci dengan air secukupnya untuk merendam kanul dalam.
3). Setelah air mendidih, didihkan kanul dalam selama 5 menit.
4). Angkat saringan dari panci bergagang, tuangkan air dari panci, dan tempatkan kembali saringan dalam panci.
5). Biarkan kanul dalam dingin untuk beberapa menit sebelum dimasukkan ke dalam kanul luar.
Gambar 19. Cara sterilisasi kanul dalam(Dikutip dari kepustakaan nomor 3)
Logam bahan pada kanul perak sangat lunak, oleh karena itu dapat tergores atau bengkok dengan mudah, oleh karena itu tidak boleh dicoba untuk digores; krusta dapat diangkat dengan merendamnya. Tidak boleh digunakan penggosok kasar untuk membersihkan kanul dalam. Biasanya, kanul dalam dan luar dibuat secara spesifik agar cocok satu dengan yang lain, bahkan kanul dalam tidak akan saling tertukar dengan yang lain. Kanul plastik dapat dibersihkan dan dididihkan dengan cara yang sama seperti halnya kanul perak.3


Cara mengganti kanul trakeostomi

Petunjuk khusus dari dokter dan perawat diperlukan sebelum penderita mengganti kanul trakeostominya. Adanya lubang pada anterior leher yang secara langsung berhubungan dengan trakea, menyebabkan kanul trakeostomi dapat dimasukkan dengan mudah. Untuk mengangkat kanul trakeostomi, pita trakeostomi dibuka lebih dahulu, pelindung atau permukaan lempeng kanul trakeostomi dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk, kemudian ditarik ke arah anterior dan posterior. Kanul harus bersih dengan pita trakeostomi telah terpasang, dan siap untuk dimasukkan sebelum pengangkatan kanul trakeostomi. Salep dioleskan sangat tipis pada permukaan luar kanul trakeostomi untuk mempermudah memasukkannya. Pita trakeostomi yang digunakan pada kanul dapat satu atau dua untai. Pada saat memasukkan kanul trakeostomi, penderita melihatnya melalui cermin dan pegang tiap sisi lempeng permukaan kanul dengan ibu jari dan jari telunjuk. Kanul trakeostomi akan meluncur ke dalam dengan tekanan ke arah dalam secara halus. Di samping itu, hal yang penting ialah bahwa kanul dimasukkan segera setelah kotoran yang melekat pada kanul dibersihkan. Setelah kanul trakeostomi terpasang di tempatnya dan pita trakeostomi diikat, tempatkan kasa di atas kanul.3


XIII. KOMPLIKASI

a. Komplikasi segera

Komplikasi segera termasuk juga yang ada pada saat tindakan diakhiri. Trakeostomi pada pasien dengan riwayat hipoksia kronik, tarikan napas pertama atau kedua setelah pipa dimasukkan dapat diikuti dengan henti napas. Hal ini sehubungan dengan denervasi fisiologik pada pada reseptor kimia perifer karena naiknya PO2 dengan tiba-tiba; oleh karena hipoksia sangat mempengaruhi rangsangan pernapasan sehingga terjadi apnea. Beberapa bentuk bantuan pernapasan diperlukan sampai dapat mengeluarkan CO2 yang cukup untuk memperbaiki rangsangan pernapasan normal.2


Perdarahan merupakan komplikasi pascabedah yang sering terjadi karena pasien trakeostomi sering mengalami hipotensi, dan perdarahan tidak terjadi sampai tekanan darah arteri normal kembali atau sampai tekanan vena meningkat karena batuk pada waktu pipa dimasukkan.Selain itu, dapat terjadi pneumothorax akibat trauma yang terjadi pada apeks pleura dan hal ini lebih sering pada anak-anak karena letak pleura terhadap trakea relatif lebih tinggi. Pemeriksaan Rontgen harus dilakukan setelah trakeostomi yang sukar atau tarkeostomi pada anak untuk mendiagnosis secara dini adanya komplikasi tersebut.2


b. Komplikasi menengah

Komplikasi menengah terjadi pada jam-jam atau hari-hari pertama setelah trakeostomi. Berbagai derajat trakeitis atau trakeobronkoitis dapat terjadi disebabkan udara tidak melewati pengaturan kondisi udara di saluran napas bagian atas. Pemakaian pipa trakeostomi yang tidak sesuai merupakan sumber bermacam-macam komplikasi. Pipa yang panjang akan bergeseran dengan dinding anterior trakea atau karina sehingga menyebabkan obstruksi sebagian trakea atau ulserasi. Pipa yang lebih panjang dapat sampai ke salah satu bronkus sehingga menyebabkan atelektasis paru sisi lain. Pipa yang terlalu pendek cenderung untuk bergeser keluar trakea terutama jika leher dalam keadaan fleksi pada orang gemuk atau anak kecil. Obstruksi pipa trakeostomi oleh sumbatan lendir atau bekuandarah disebabkan perawatan yang kurang baik. 2


Emfisema subkutis dapat disebakan oleh jahitan insisi yang rapat atau pembalutan luka di sekeliling trakeostomi. Emfisema biasanya terdapat di leher dan dada bagian atas, tetapi dapat juga mengenai seluruh tubuh. Tiap penyebab yang dapat menyempitkan sekitar pipa antara kulit dan trakea harus dihilangkan untuk mencegah keadaan ini berlanjut.2


c. Komplikasi lanjut

Komplikasi lanjut dari trakeostomi paling sering akibat pipa yang dipertahankan untuk waktu lama. Stenosis saluran napas dapat timbul akibat jaringan parut setinggi lubang trakeostomi, yaitu setinggi balon (cuff) atau setinggi ujung distal kanul, bila mengerosi selaput lendir dan tulang rawan di bawahnya.18


Fistel trakeokutan yang menetap disebabkan oleh epitelisasi pada saluran kanul. Epitel harus diangkat dan luka ditutup lapis demi lapis untuk mendapatkan penutupan luka yang permanen. Trakeomalasia terbatas akibat trakeostomi biasanya mengenai daerah langsung di atas trakea. Hal ini dapat disebabkan karena pemakaian pipa trakeostomi yang terlalu besar dan bersudut tajam, yang menyebabkan pipa mengenai cincin trakea di atas trakeostoma, mendorong ke belakang dan menyebabkan kekakuannya hilang. Hal ini dapat dihindari dengan menggunakan pipa yang lebih lentur dari Silastik. Trakeomalasia pada anak dapat menyebakan dekanulasi tertunda.2


Penggunaan insisi kulit vertikal merupakan penyebab paling sering untuk pembentukan jaringan parut. Lamanya trakeostomi dipertahankan juga merupakan masalah penting dalam pembentukan parut yang dapat dikurangi dengan mencabut pipa sedini mungkin. Kontraktur vertikal dan meluasnya parut yang hipertrofi memerlukan reparasi plastik berbentuk Z.2


Fistel trakeoesofagus dapat merupakan komplikasi dari insisi yang kurang hati-hati menembus dinding posterior trakea atau ulserasi akibat trauma dari pipa. Ulserasi trakea paling sering terjadi bila balon pipa trakeostomi digunakan untuk waktu yang lama. Jika diperlukan pipa dengan balon, balon harus diawasi untuk mendapatkan inflasi yang simetris karena inflasi yang tidak seimbang dapat menyebabkan ujung pipa menekan salah satu trakea yang menyebakan terjadinya ulkus dan mungkin fistel. Balon harus dikempiskan sekurang-kurangnya tiap jam sekali untuk mencegah terjadinya nekrosis mukosa. Jika telah timbul fistel, tak akan terjadi penutupan spontan sehingga perlu tindakan pembedahan untuk penutupan lumen.2


XIV. DEKANULASI

Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih lama dari waktu yang diperlukan, terutama pada anak, harus diangkat secepatnya untuk mengurangi timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea, trakeomalasia, dan fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan pasien membaik, ukuran pipa trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang memungkinkan udara dapat memintas pipa menuju saluran napas atas. Hal ini menolong menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar akibat menurunnya resistensi pernapasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai apakah jalan napas adekuat, kemampuan menelan, dan mengeluarkan sekret. Jika pipa dapat ditutup selama 8-12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup. Segera setelah dekanulasi, luka diperban dan pasien harus diamati dengan ketat. Alat yang diperlukan untuk mendapatkan jalan napas kembali selalu harus disediakan.Penyembuhan luka memakan waktu sekitar beberapa hari atau seminggu.2,15
DAFTAR PUSTAKA

  1. Boies L. R. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Trakeostomi. Jakarta : EGC. 1997.  Hal. 473-485.
  2. Ballenger, John Jacob. Penyakit-penyakit Laring. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi XIII Jilid I. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 1994. Hal. 451, 454-460.
  3. Krisnabudhi, H. R. Perawatan Mandiri Pasca Trakeostomi. Dalam :Cermin dunia kedokteran. [Online]. [Cited on 2011]. Available from : URL : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/144_13PerawatanMandiriPascaTrakeostomi
  4. Lindman Jonathan, Tracheostomi.[Online]. [Cited on 2011]. Available from : URL : http://emedicine.medscape.com/article/865068-treatment
  5. Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam : Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2002. Hal 421-2
  6. Anatomy and Phisiology. In: Tracheostomy Care Handbook. SIMS Portex Inc. p. 5-8
  7. Wilson Loiranne, Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan. Dalam : Patofisiologi. Jilid 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran ECG. 2006. Hal 736-8
  8. Amritsar. Tracheostomy. [Online]. [Cited on 2011]. Available from : URL : http://www.mmh.org.tw/taitam/csc/pic/cricoid.jpg
  9. Hadiwikarta A, Rusmarjono, Soepardi EA. Penanggulanangan Sumbatan Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti DR, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 246-250.
  10. Russel C. What is a tracheostomy. In : Tracheostomi a multiprofessional hand book. Cambridge. P.29-34
  11. Muralidhar. Tracheostomi in ICU: An Insight into The Present Concepts. Indian Journal of Anasthesia. 2008. p. 28-37.
  12. Durbin CG. Indication for and Timing of tracheostomy. Respiratory Care. Vol 50 No. 4. 2005. p. 483-7.
  13. Grillo HC. Tracheostomy: Uses, Varieties, Complications. In: Surgery of The Trachea and Bronchi.
  14. Shiley F. Flexibel tube, flexsibel future. In : Flexibel dual canula tracheostomy tubers
  15. Harkin H Russell, Caring for the patient with a tracheostomi. NHS Quality Improvement Scotland.2003. p. 27-30
  16. Walts PA, Murthy SC, DeCamp MM. Techniques of surgical tracheostomy.
  17. Dhingra, PL. Tracheostomy. In: Disease of Ear, Nose, and Throat. Fourth Ed. 2008. New Delhi: Elsevier. p. 293-4
  18. Asworth, P. & Keegan. In : NHS Quality Improvement Scotland. (0nline). Cited : 2011. Avaible : www.nhshealthquality.org
  19. Pasha R. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Clinical Reference Guide. p. 97.
  20. Dhillon RS and East CA. Ear, Nose, and Throat and Head and Neck Surgery. 2nd Ed. Churchill Livingstone. 2000. p. 70.
  21. Cody, TR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. . EGC. p. 369.
  22. Broek PVD, Debruyne F, Feenstra L, Marres HAM. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Edisi 12.  p. 170.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar