Trakeostomi ; Penanganan Obstruksi Jalan Nafas
I. PENDAHULUAN
Trakeostomi adalah pembuatan lubang
dinding anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas atau tindakan membuat
stoma agar udara dapat masuk kedalam paru-paru dengan memitas jalan nafas atas
untuk mengatasi asfiksi apabila ada gangguan lalu lintas udara pernafasan.1,2,3
Trakeostomi pertama kali dikemukakan
oleh Aretacus dan Galen pada abad pertama dan kedua sesudah Masehi. Walaupun
tehnik ini dikemukakan berulang kali setelah itu, tetapi orang pertama yang
diketahui secara pasti melakukan tindakan itu adalah Antonio Brasavola pada
tahun 1546. Prosedur ini disebut dengan berbagai istilah, antara lain
laringotomi dan bronkotomi sampai istilah trakeotomi diperkenalkan oleh Heister
pada tahun 1718. Pipa trakeostomi yang pertama dengan kanul diperkenalkan oleh
Gorge Martinedi Inggris kira-kira tahun 1730 untuk menghindari sumbatan pipa pasca
bedah.2
Trakeostomi dapat menyelamatkan jiwa
penderita yang mengalami obstruksi saluran nafas diatas trakea dan tidak dapat
diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi. Trakeostomi juga dilakukan pada
penderita yang memerlukan bantuan pernafasan buatan untuk waktu yang lama dan
memerlukan pertolongan pembersihan jalan nafas yang memadai.Saat ini,
diberbagai pusat, intubasi dilakukan pada kasus-kasus darurat, jika tuba dianggap
dapat dilepaskan dalam satu minggu. Setelah 72 jam apabila tuba masih
dibutuhkan barulah dilakukan trakeostomi.1,4
II. ANATOMI
TRAKTUS RESPIRATORIUS
Saluran napas
bagian atas
Hidung memiliki peranan yang sangat penting pada
saluran napas bagian atas. Ketika udara masuk melalui hidung, partikel-partikel
debu dan kotoran akan difiltrasi.Membran mukosa nasofaring selanjutnya akan
menyaring udara tersebut, menghangatkan, dan melembabkannya.5
Udara inspirasi akan turun melalui orofaring ke
laringofaring kemudian melewati faring di mana plica vocalis berada. Laring
terletak di atas trakea. Ketika seseorang menghirup udara, plica vocalis
terbuka, memungkinkan udara untuk melewati trakea dengan bebas.5
Trakea berakhir pada percabangan bronkus utama kiri
dan kanan yang masuk ke paru-paru. Tiap-tiap bronkus masuk melalui hilus
(tempat di mana pembukuh darah, nervus, dan lain-lain keluar masuk organ).
Bronkus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan lebih vertikaldaripada bronkus
kiri.5
Gambar 1. Saluran Nafas Bagian Atas (dikutip dari
kepustakaan no.6)
Saluran napas bagian bawah
Segera
setelah memasuki paru-paru kiri dan kanan, bronkus bercabangmenjadi
bagian-bagian yang kecil atau bronkus sekunder yang memasuki masing-masing
lobus ( tiga lobus di kanan dan dua lobus di kiri). Bronkus sekunder ini kemudian
bercabang lagi menjadi bagian yang lebih kecil atau bronkiolus. Secara
structural, bronkus sangat mirip dengan trakea. Dindingnya memiliki
cincin-cincin kartilago dan dilapisi membrane mukosa bersilia.5
Gambar 2. Saluran Nafas Bagian Bawah
(dikutip dari kepustakaan no.5)
Paru-paru merupakan organ pernapasan
sebenarnya di mana gas-gas dalam darah dan udara bertukar. Paru-paru kanan
memiliki tiga lobus dan paru-paru kiri memilki dua lobus. Setiap lobus kemudian
terbagi lagi menjadi lobulus. Lobulus memiliki bentuk dan ukuran yang ireguler,
tapi lobulus mendapat suplai udara dari bronkiolus. Ketika memasuki lobulus,
bronkiolus bercabang-cabang menjadi bagian yang sangat kecil yang disebut
bronkiolus terminal yang selanjutnya mencapai unit fungsional paru-paru yaitu
alveolus. Di sinilah terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida.5
Gambar
3. Pertukaran O2 dan co2 di alveoli (dikutip dari kepustakaan no.5)
FISIOLOGI PERNAFASAN
Saluran
pernafasan dari hidung sampai ke bronkeolus dilapisi oleh membrean mukosa
bersilia. Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara disaring, dihangatkan dan
dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi.7
Gambar 4. Sistem Pernapasan (dikutip dari kepustakaan 7)
Udara mengalir dari faring menuju laring
atau kotak suara. Laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawanyang
dihubungkan oleh otot otot dan mengandung pita suara. Ruang berbentuk sigitiga
diantara pita suara yaitu glotis bermuara kedalam trakea dan membentuk bagian
atas dari saluran pernafasan atas dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara
saluran nafas atas dan bawah. Meskipun laring terutama dianggap berhubungan
dengan fonasi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh lebih penting.7
Pada waktu menelan gerakan laring ke
atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu dari epiglottis yang berbentuk
daun pada pintu masuk laring, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan
masuk kedalam esophagus. Jika benda asing masih mampu melampaui glotis, fungsi
batuk yang dimiliki laring akan membantu menghalau benda dan secret dari
saluran nafas bagian bawah.7
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan
berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Struktur
trakea dan bronkus digolongkan denga sebuah pohon dan oleh karena itu dinamakan
pohon trakeobronkial. Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh
cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin
stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi
dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar
dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis.
Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismuth
melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua
hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di
bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot
supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hyoid.1,7
Gambar 5. Anantomi
Laring (kanan) dan Potongan melintang trakea (kiri)
(dikutip
dari kepustakaan no.8)
Permukaan trakea dilapisi oleh epitel
respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin
berbentuk C yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior trakea. Cairan
mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk lapisan yang
memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing. Sedangkan tulang
rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka. Pada ujung
terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda tersebut
terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang memungkinkan
pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihanTempat
trakea bercabang menjadi bronkus utama dan kanan yang dikenal sebagai karina.
Karina memiliki banyak saraf dan dan dapat menebabkan bronkospasme dan batuk
berat jika dirangsang.7
III. TANDA-TANDA
KLINIS OBSTRUKSI PERNAPASAN BAGIAN ATAS
Gejala dan sumbatan laring ialah :9
1.
Suara
serak (disfoni) sampai afoni
2.
Sesak
napas (dispneu)
3.
Stridor
(napas berbunyi) yang terdengar waktu inspirasi
4.
Cekungan
yang terdapat pada waktu inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula
dan interkostal. Cekungan itu terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan
untuk mendapatkan oksigen yang adekuat.
5.
Gelisah
karena pasien haus udara (air hunger)
6.
Warna
muka pucat dan terakhir menjadi sianosis karena hipoksia
Jackson membagi sumbatan laring yang progresif dalam 4 stadium
dengan tanda dan gejala :9
Stadium 1: Cekungan tampak pada waktu inspirasi di suprasternal, stridor pada waktu
inspirasi dan pasien masih tenang.
Stadium 2: Cekungan pada
waktu inspirasi di daerah suprasternal makin dalam, ditambah lagi dengan
timbulnya retraksi di epigastrium. Pasien sudah mulai gelisah. Stridor
terdengar pada waktu inspirasi.
Stadium 3: Cekungan selain di daerah suprasternal, epigastrium juga
terdapat di infraklavikula dan sela-sela iga, di mana pasien sangat gelisah dan
dispneu. Stridor terdengar pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
Stadium 4 : Cekungan-cekungan di atas bertambah jelas, pasien
sangat gelisah, tampak sangat ketakutan dan sianosis. Jika keadaan ini
berlangsung terus, maka pasien akan kehabisan tenaga, pusat pernapasan
paralitik karena hiperkapnea. Pasien lemah dan tertidur, akhirnya meninggal
karena asfiksia.
IV. FUNGSI TRAKEOSTOMI
Fungsi trakeostomi
selain mengatasi obstruksi saluran nafas, trakeostomi juga mempunyai beberapa
fungsi fisiologi lain yaitu : 2
a.
Tindakan trakeostomi untuk
mengurangi jumlah ruang hampa dalam traktus trakheobronkial 70 sampai 100 ml.
Penurunan ruang hampa dapat berubah ubah dari 10 sampai 50% tergantung pada
ruang hampa fisiologik tiap individu.
b.
Tindakan trakeostomi untuk
mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi kekuatan
yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan peningkatan
regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal lubang
trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7).
c.
Trakeostomi dilakukan untuk
proteksi terhadap aspirasi.
d.
Trakeostomi memungkinkan pasien
menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada pasien dengan gangguan
pernafasan.
e.
Trakeostomi memungkinkan jalan
masuk langsung ke trachea untuk pembersihan.
f.
Trakeostomi memungkinkan
pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus.
g.
Trakeostomi mengurangi kekuatan
batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer oleh tekanan negative
intra toraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang normal.
V. PEMBAGIAN TRAKEOSTOMI
Menurut lama
penggunaannya, trakeostomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan penggunaan
sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang
tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga.
Jika dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi kepada
trakeostomi darurat dengan persiapan sarana sangat kurang dan trakeostomi
elektif (persiapan sarana cukup) yang dapat dilakukan secara baik.9
VI. JENIS TINDAKAN TRAKEOSTOMI
Jenis Tindakan Trakeostomi6
1.
Surgical trakeostomi,
yaitu tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang
operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5
cm.
2.
Percutaneous trakeostomi, yaitu tipe ini hanya bersifat sementara
dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang di antara
cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih
kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan scar.
Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.
3.
Mini trakeostomi,
yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan
trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator
VII. INDIKASI DAN
KONTRAINDIKASI TRAKEOSTOMI
Indikasi
Trakeostomi
Trakeostomi
dapat dilakukan untuk tujuan terapi atau suatu prosedur berencana. Indikasi
trakeostomi termasuk untuk mengatasi sumbatan jalan nafas dan gangguan
non-obstruktif.
Beberapa
Indikasi trakeostomi adalah: 9,10
a.
Mengatasi
obstruksi jalan nafas atas seperti laring.
b.
Mengurangi
ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas seperti daerah
rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh oksigen
yang dihirupkan akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal di ruang
rugi itu. Hal ini berguna pada pasien dengan kerusakan paru, yang kapasitas
vitalnya berkurang.
c.
Mempermudah
pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sekret
secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam koma.
d.
Untuk
memasang respirator (alat bantu pernafasan).
e.
Untuk
mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk
bronkoskopi.
f.
Cedera
parah pada wajah dan leher.
g.
Pada
pasien dengan pipa endotrakeal yang perlu pengantian, pembersihan dan
penggunaan lama.
Kontraindikasi trakeostomi.
Satu-satunya
kontraindikasi trakeostomi adalah pasien dengan obstruksi laring oleh tumor
ganas, karena pada beberapa kasus, trakeostomi yang dilakukan lebih dari 48 jam
sebelum pembedahan definitif, menyebabkan insidens kekambuhan pada stoma
bertambah.2,10
Penentuan saat trakeostomi
Pasien yang sadar
menderitaobstruksi saluran nafas bagian atas biasanya menunjukaan tanda
hipoksemia akut, pada keadaan demikian pasien akan kelelahan untuk
mempertahankan kadar gas darah yang adekuat sebelum terjadi desaturasi oksigen
dalam arteri. Oleh karena itu tanda-tanda desaturasi seperti sianosis, koma dan
hipotensi merupakan tanda infusiensi lanjut dan mungkin mendahului resusitasi.
Pada umumnya pasien yang ,menderita sumbatan jalan nafas dengan tanda
hipoksemia meningkat , harus dilakukan trakeostomi.2
Pasien yang tidak
sadar dengan infisuensi pernafasan, tanda klinik hipoksemia mungkin kurang
jelas, tapi karena kehilangan mekanisme proteksi maka perlu dilakukan
trakeostomi lebih dini.2
VIII. ALAT-ALAT
TRAKEOSTOMI
Sebelum dilakukan
pembedahan, maka alat-alat yang perlu dipersiapkan adalah semprit yang berisi
obat analgesia, pisau, pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang
pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan
ukuran yang sesuai untuk pasien. Pasien atau keluarganya yang akan dilakukan
tindakan trakeostomi harus dijelaskan segala resiko tindakan trakeostomi
termasuk kematian selama prosedur tindakan.9
Gambar 6. Alat-alat yang digunakan untuk trakeostomi(Dikutip
dari kepustakaan nomor 9)
Jenis Kanul
Kanul yang digunakan adalah berbentuk kurva yang
diinsersikan masuk ke dalam stoma . Ada beberapa macam kanul, dengan bagian-bagian kanul yang hampir sama.5
Kanul Portex
tersedia dalam berbagai ukuran baik untuk bayi, anak-anak dan orang dewasa. Semua kanul bersifat non toksik sehingga aman digunakan
dan sesuai dengan suhu tubuh.Jenis –jenis kanul Portex yaitu :5
a.
Portex Blue line
Kanul ini digunakan pada bayi, anak-anak dan orang
dewasa. Kanul pada bayi dan anak-anak dibuat dari bahan implant. Bentuknya
tidak bercuff dan didesain sesuai bentuk anatomi trakea. Bersayap sehingga
pergerakan kanul minimal dan mengurangi trauma pada saluran pernapasan.5
Kanul
pada orang dewasa dibuat dari bahan yang lembut sesuai suhu tubuh dan sesuai
anatomi saluran napas. Kanul ini mengurangi trauma dan meningkatkan kenyamanan
pasien. Bentuk kanul pada orang dewasa yang bercuff sifatnya volume tinggi dengan tekanan
intracuff yang rendah, fleksibel dan dapat berputar.5
b.
Portex DIC
Kanul
seperti ini mempunyai kanul dalam yang disposibel. Kanul luarnya ada yang rigid dan ada yang fleksibel.
Kanul luar fleksibel untuk pasien yang tidak bisa bertoleransi dengan kanul
luar rigid. Kanul dalam yang disposibel akan meningkatkan perawatan
trakeostomi, tetapi akan menurunkan waktu perawatan.5
c. Portex
Specialty tubes,
yang dibagi lagi yaitu :5
1. Portex
Laryngectomy Tubes
Kanul laringektomi Portex
DIC digunakan untuk mempertahankan jalan napas pasien selama laringektomi.
2.
Portex
Trach-Talk Tracheostomy Tubes
Kanul ini didesain untuk menuntun pasien dapat berbicara
dengan suara rendah. Kanul ini dibuat untuk mengeliminasi masalah psikologik
dan komunikasi semua pasien trakeostomi.
3.
Extra
Horizontal LengthTracheostomy Tubes
Kanul ini didesain untuk pasien yang ada ” bull neck ” . Bentuknya yang ekstra panjang dengan aksis horisontal
akan memberikan kemampuan bernapas bagi pasien.
4. Portex
Mini-Trach II
Kanul
ini dimasukkan ke dalam trakea melalui membran krikitiroid dengan menggunakan
kanul kecil (4,0 mm), skalpel dan penuntun. Kanul ini dperuntukkan bagi pasien
yang mengalami retensi sputum.
5. Lo-Profile
Tracheostomy Tubes
Kanul ini untuk pasien yang memerlukan trakeostomi jangka
panjang. Kanul ini dibuat sesuai kosmetik, mudah penggunaannya, aman dan
menyenangkan bagi pasien.
6. Portex
Per-fit Percutaneous Tracheostomy Kit
Digunakan
untuk melakukan tindakan trakeostomi perkutaneus berseri. Berguna bagi dokter
untuk melakukan tindakan trakeostomi perkutaneus yang aman dan efisien.
Jenis kanul yang lain adalah :5,11
a. Flexible
Shiley Tracheostomy Tube
Kanul ini digunakan
pada pembedahan dan insersi perkutaneus. Terdiri dari dua kanul di mana kanul
dalam yang dapat dipakai untuk pembedahan atau insersi perkutaneus. Dapat
dipakai untuk perawatan di rumah sehingga biaya perawatan tidak banyak dan
waktu perawatan tidak lama.
Gambar7.Kanul
Flexible Shiley(Dikutip dari kepustakaan nomor 11)
b.
Kanul Trakeostomi ber-Cuff
Kanul
ini mempunyai balon dengan tekstur yang lembut dan pada bagian bawahnya
berfungsi untuk ventilasi bila terjadi kegagalan pernapasan. Cuff bervolume
rendah bentuknya seperti balon, sedangkan cuff bervolume tinggi bentuk seperti
silinder. Cuff bervolume tinggi lebih bagus karena mencegah terjadinya
stenosis. Fungsi kanul ber-cuff secara umum adalah membersihkan udara, proteksi
terhadap aspirasi, memberikan ventilasi tekanan positif.
Gambar
8. Plain Tracheostomy Tube (Dikutip dari kepustakaaan nomor 12)
c. Kanul Trakeostomi non-Cuff
Kanul
ini berfungsi untuk membersihkan jalan napas tetapi tidak mencegah terjadinya
aspirasi.
Gambar
9. Plain Cuffed Tube. (Dikutip dari kepustakaan nomor 12)
d. Kanul
Trakeostomi bentuk Fenestrated
Kanul seperti ini
mempunyai lubang yang berfungsi untuk berbicara melalui jalan napas atas.
Bentuk kanul seperti ini cocok untuk anak kecil. Fungsi lain dari kanul ini
adalah memberikan kemampuan kepada pasien untuk dapat bernapas secara normal (
persiapan dekanulasi ).
Gambar
10. a. Plain Fenestrated Tube b. Cuffed
Fenestrated Tube
(Dikutip
dari kepustakaan nomor 12)
IX. TEKNIK
TRAKEOSTOMI
Posisi pasien
berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30° untuk menurunkan
tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Bahu diganjal dengan bantalan kecil
sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atalanto
oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak
di garis median dekat permukaan leher. 9,13
Gambar 11. Posisi kepala pasien trakeostomi (Dikutip
dari kepustakaan nomor 13)
Kulit leher
dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan
kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal
secara infiltrasi. 9
Gambar 12. Lokasi anastesi (Dikutip
dari kepustakaan nomor13 dan 14 )
Sayatan kulit dapat
vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa
suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan
jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari
dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat
kira-kira lima sentimeter. 9,11,13
Gambar 13. Sayatan
kulit pada daerah trakea (Dikutip dari kepustakaan nomor 13 dan 14)
Dengan gunting
panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi
lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang
berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila
lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini
mudah ditemukan. 9
Gambar 14.Kutis, Sub kutis, dan fasia
otot dipisahkan lapis demi lapis (Dikutip dari kepustakaan nomor 9 dan 13)
Pembuluh darah vena
jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismus tiroid yang ditemukan
ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, isthmus
tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini
dilepaskan isthmus tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke lateral.
Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.9
Gambar 15. a. Aspirasi udara di trakea, b. Membebaskan
isthmus tyroid
(Dikutip
dari kepustakaan nomor 9)
Lakukan aspirasi
dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa
ringan waktu ditarik. Buat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan
gunting yang tajam. Kemudian pasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai.
Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa.9
Gambar 16. a. Memotong isthmus tiroid b. Pemasangan
Kanul (Dikutip dari kepustakaan nomor 9)
X. TRAKEOSTOMI
PADA BAYI DAN ANAK
Indikasi
trakeostomi pada anak:15
- Paralisis plica vocalis lateral
- Hemangioma epiglotis
- Stenosis epiglottis
- Difteri
- Epiglotitis
- Edema laring (trauma kimia/termal)
- Juvenile laryngeal papillomatosis
- Memerlukan ventilator untuk jangka waktu yang lama
- Bronchopulmonary Dysplasia dengan kebutuhan oksigen dalam waktu lama.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
berhubungan dengan ukuran dan konsistensi trakea pada bayi dan anak. Trakea
pada anak dan bayi sangat lunak sehingga identifikasi trakea sangat sulit dan pembedahan
yang dilakukan dapat bergeser ke arah yang terlalu dalam atau ke lateral trakea
yang dapat merusak nervus laryngeus rekuren, arteri carotis communis, atau
apeks pleura.Pada semua kasus trakeostomi seharusnya hanya dilakukan setelah
bronkoskop, pipa endotrakea, atau kateter dimasukkan untuk memperbaiki saluran
udara pernapasan dan memberi kekakuan pada trakea sehingga memudahkan diseksi
dan identifikasi trakea. Saat melakukan insisi pada dinding trakea, harus
hati-hati agar pisau tidak masuk terlalu dalam dan merobek dinding posterior.
Dengan bronkoskop dalam trakea, dapat membantu untuk terhindar dari komplikasi
ini.2,15
Kesulitan lain pada anak adalah pipa
trakeostomi sering keluar dari trakea karena leher dalam keadaan fleksi. Dapat
juga dilakukan jahitan dengan benang sutra pada tepi insisi trakea untuk
menandai dan benang ini dilekatkan ke leher untuk mencegah hilangnya lumen
trakea jika pipa bergeser. Trakea harus diperiksa setelah pipa dimasukkan untuk
menjaga agar tidak terjadi lipatan ke dalam dari tepi cincin trakea yang
dipotong, yang dapat menyebabkan pergeseran pipa dan obstruksi pada saat dekanulasi.2
Sering terjadi kesulitan untuk
mendapatkan ukuran pipa trakeostomi yang sesuai. Pipa yang terlalu panjang
dapat masuk ke karina atau salah satu bronkus, menyebabkan atelektasis paru
sisi lain. Jika lengkung pipa terlalu panjang akan menekan trakea pada batas
atas insisi trakea, sedangkan ujung bawah pipa menempel pada dinding anterior
trakea, dan lengkung yang terlalu tumpul dapat menyebabkan ulserasi dinding
posterior trakea dan esofagus. Oleh karena itu, harus dibuat foto Rontgen leher
dan dada pascabedah pada bayi. Pipa silastik rancangan Abeerden ialah yang
terbaik digunakan pada bayi dan anak. Alat ini fleksibel, dapat dipotong untuk
menyesuaikan panjang, dan memungkinkan aliran udara yang lebih baik karena
tidak ada kanul dalam.2
Tabel 1. Pipa trakeostomi yang
dianjurkan untuk berbagai umur anak.2
Umur
|
Diameter luar
|
Diameter kanul
respirator
|
Prematur
|
4,5
mm
|
4,5-5,0
mm
|
Bayi
sampai 3 bulan
|
4,5-5,0
mm
|
5,0-5,5
mm
|
3-6
bulan
|
5,0-5,5
mm
|
5,5
mm
|
6-12
bulan
|
5,0-5,5
mm
|
5,5-6,0
mm
|
1-2
tahun
|
5,5-6,0
mm
|
5,5-6,0
mm
|
3
tahun
|
5,5-6,0
mm
|
6,0-6,5
mm
|
XI. HAL-HAL
YANG PERLU DIPERHATIKAN PASCA OPERASI16
a. Mempertahankan
jalan napas, terutama 48 jam pertama untuk mencegah tertutupnya jalan napas,
membersihkan kanul dalam, pipa trakeostomi yang baru harus dipertahankan 3-5
hari sebelum diganti agar terbentuk saluran yang permanen.
b. Humidifikasi,
untuk mencegah trakeitis dan pembentukan krusta dengan meneteskan 3-4 tetes
larutan saline ke dalam pipa.
c. Penghisapan
sekret trakeobronkial, trakeostomi mengganggu fungsi silia dan meningkatkan
resiko aspirasi sehingga diperlukan penghisapan sekret secara regular,
khususnya beberapa hari pertama.
d.
Periksa tekanan balon (cuff), tekanan balon harus lebih kecil
dari tekanan kapiler (<25 cm H2O) untuk mencegah nekrosis (stenosis
subglotik, trakeomalasia)
XII. PERAWATAN
PASCA TRAKEOSTOMI
Bagian terpenting dari trakeostomi
adalah perawatan pascatrakeostomi yang membutuhkan ketekunan dan kesabaran.
Diperlukan pengawasan secara terus menerus pada pasien untuk mengawasi terjadinya
perdarahan atau pergeseran pipa trakeostomi.3 Anak-anak yang
memerlukan trakeostomi lama dapat dirawat di rumah, dengan memberikan
pendidikan yang cermat pada orang tua dalam cara penggunaan alat sedot yang
steril, pengatur kelembaban dan penggantian pipa trakeostomi. Perawat
trakeostomi yang terdidik akan sangat membantu. 2
Pipa trakeostomi pada trakeostomi yang
baru harus dipertahankan 2 sampai 3 hari sebelum diganti. Pada saat itu telah
terbentuk saluran yang permanen dan sedikit sekali kemungkinan tidak dapat
memasukkan pipa kembali. Mengganti pipa sebelum2-3 hari dapat menyebabkan
hilangnya lumen trakea. Mengganti pipa trakeostomi pada bayi untuk pertama kali
harus tersedia bronkoskop. 2
Kelembaban khusus udara inspirasi yaitu
ruangan dengan alat humidifikasi Walton atau sebuah kerah trakea dengan uap
basah, akan memberikan kelembaban yang adekuat. Untuk menambah kelembaban
atmosfir, perlu diteteskan 3-4 tetes larutan garam hipotonik atau larutan
Ringer Laktat ke dalam pipa setiap 3 atau 4 jam. Setelah beberapa hari,
kebutuhan tambahan humidifikasi berkurang dan akhirnya dapat berkurang.2
Gambar
17.Beberapa hal penting dalam perawatan
pascatrakeostomi(Dikutip
dari kepustakaan nomor 20)
Pasien yang ditata laksana di rumah,
mesin penghisap merupakan kebutuhan mutlak pada perawatan trakeostomi.
Tergantung banyaknya sekret, tindakan penghisapan mungkin diperlukan setiap
setengah jam atau lebih. Kateter karet steril dengan lubang di kedua ujungnya
dan konektor bentuk Y harus tersedia dan hanya dipakai khusus untuk trakea.
Konektor Y memungkinkan kateter dimasukkan ke trakea tanpa alat penghisap
bekerja, dan hanya selama penarikan, ujung sambungan Y yang terbuka akan
tersumbat, dan alat penghisap akan bekerja. Penghisapan hanya selama 15 detik
atau kurang karena pada penghisapan lama dapat terjadi hipoksia dan henti
jantung. Penghisapan harus sering dilakukan terutama pada hari-hari pertama
sesudah trakeostomi karena sekret traktus trakeobronkial bertambah akibat
iritasi trakea. Pasien dengan sekret yang kental dan banyak, perlu pemberian
mukolitik intratrakea seperti acetylcysteine untuk mencairkan secret sehingga
mudah dihisap keluar.2,15
Pipa trakeostomi terdiri dari 3 bagian:
kanula bagian luar dengan sayap, kanula bagian dalam yang dapat dikeluarkan
untuk tujuan pembersihan, dan introduser yang berbentuk peluru yang dipasang ke
kanula luar (pengganti kanula dalam) untuk membantu memasukkan kembali pipa
tersebut. Introduser harus diplester di tempat tidur sehingga tersedia bila
diperlukan untuk pemasangan pipa kembali.17
Perwatan luka trakeostomi mencakup
penggantian pembalut yang sering dilakukan dan sebisa mungkin memberikan
antiseptik lokal povidon-yodium (Betadine). Pasien yang laringnya masih
berfungsi dapat bercakap-cakap dengan menutup pipa trakeostomi dengan jari. Hal
ini memungkinkan agar udara ekspirasi sekeliling pipa ke atas menuju laring
pada waktu ekspirasi. Jari dilepaskan untuk menghirup udara.17
Membersihkan
kanul dalam3
Alat yang perlu disediakan ialah
botol kecil, kasa perban, penjepit, panci bergagang, saringan, dan cairan
penggosok perak.
Cara membersihkan kanul dalam,
sebagai berikut:
1).
Buatlah larutan sabun di dalam botol.
2). Angkat kanul dalam dengan cara pertama-tama
putar kait kecil pengunci kanul dalam dan kemudian tarik kanul dalam ke luar.
3). Cuci kanul dalam dengan air dingin dan kemudian
rendam untuk beberapa menit di dalam cairan sabun.
4). Bersihkan bagian dalam kanul dalam dengan kasa
yang salah satu ujungnya diikatkan pada suatu tempat. Gunakan penjepit untuk
membantu menarik kasa melalui kanul. Tarik kanul dalam ke belakang, ke depan
dan seterusnya sekeliling kasa yang diikatkan sampai bagian dalam kanul dalam
bersih.
Gambar 18. Pembersihan kanul dalam (Dikutip dari
kepustakaan nomor 3)
5). Setelah kanul dalam bersih, cuci dengan baik
memakai air dingin yang mengalir.
6).
Jika kanul dari perak telah memudar, rendam di dalam cairan pembersih perak
untuk beberapa menit, kemudian bersihkan dan cuci.
7).
Goyangkan kanul dalam untuk mengangkat tetesan air. Masukkan kanul dalam ke
tempatnya dan putar kait kecil pengunci untuk mengunci pada tempatnya.
8). Minimal sekali sehari didihkan
kanul dalam setelah dibersihkan.
Merebus kanul dalam3
Tahapan
untuk merebus kanul dalam ialah :
1). Tempatkan kanul dalam bersih pada saringan dan
tempatkan saringan pada panci bergagang.
2).
Isi panci dengan air secukupnya untuk merendam kanul dalam.
3).
Setelah air mendidih, didihkan kanul dalam selama 5 menit.
4). Angkat saringan dari panci bergagang, tuangkan
air dari panci, dan tempatkan kembali saringan dalam panci.
5). Biarkan kanul dalam dingin untuk beberapa menit
sebelum dimasukkan ke dalam kanul luar.
Gambar 19. Cara sterilisasi kanul dalam(Dikutip dari
kepustakaan nomor 3)
Logam
bahan pada kanul perak sangat lunak, oleh karena itu dapat tergores atau
bengkok dengan mudah, oleh karena itu tidak boleh dicoba untuk digores; krusta
dapat diangkat dengan merendamnya. Tidak boleh digunakan penggosok kasar untuk
membersihkan kanul dalam. Biasanya, kanul dalam dan luar dibuat secara spesifik
agar cocok satu dengan yang lain, bahkan kanul dalam tidak akan saling tertukar
dengan yang lain. Kanul plastik dapat dibersihkan dan dididihkan dengan cara
yang sama seperti halnya kanul perak.3
Cara
mengganti kanul trakeostomi
Petunjuk
khusus dari dokter dan perawat diperlukan sebelum penderita mengganti kanul
trakeostominya. Adanya lubang pada anterior leher yang secara langsung
berhubungan dengan trakea, menyebabkan kanul trakeostomi dapat dimasukkan dengan
mudah. Untuk mengangkat kanul trakeostomi, pita trakeostomi dibuka lebih
dahulu, pelindung atau permukaan lempeng kanul trakeostomi dipegang dengan ibu
jari dan jari telunjuk, kemudian ditarik ke arah anterior dan posterior. Kanul
harus bersih dengan pita trakeostomi telah terpasang, dan siap untuk dimasukkan
sebelum pengangkatan kanul trakeostomi. Salep dioleskan sangat tipis pada
permukaan luar kanul trakeostomi untuk mempermudah memasukkannya. Pita
trakeostomi yang digunakan pada kanul dapat satu atau dua untai. Pada saat
memasukkan kanul trakeostomi, penderita melihatnya melalui cermin dan pegang
tiap sisi lempeng permukaan kanul dengan ibu jari dan jari telunjuk. Kanul
trakeostomi akan meluncur ke dalam dengan tekanan ke arah dalam secara halus. Di
samping itu, hal yang penting ialah bahwa kanul dimasukkan segera setelah
kotoran yang melekat pada kanul dibersihkan. Setelah kanul trakeostomi
terpasang di tempatnya dan pita trakeostomi diikat, tempatkan kasa di atas
kanul.3
XIII. KOMPLIKASI
a. Komplikasi
segera
Komplikasi
segera termasuk juga yang ada pada saat tindakan diakhiri. Trakeostomi pada
pasien dengan riwayat hipoksia kronik, tarikan napas pertama atau kedua setelah
pipa dimasukkan dapat diikuti dengan henti napas. Hal ini sehubungan dengan
denervasi fisiologik pada pada reseptor kimia perifer karena naiknya PO2
dengan tiba-tiba; oleh karena hipoksia sangat mempengaruhi rangsangan
pernapasan sehingga terjadi apnea. Beberapa bentuk bantuan pernapasan
diperlukan sampai dapat mengeluarkan CO2 yang cukup untuk
memperbaiki rangsangan pernapasan normal.2
Perdarahan
merupakan komplikasi pascabedah yang sering terjadi karena pasien trakeostomi
sering mengalami hipotensi, dan perdarahan tidak terjadi sampai tekanan darah
arteri normal kembali atau sampai tekanan vena meningkat karena batuk pada
waktu pipa dimasukkan.Selain itu, dapat terjadi pneumothorax akibat trauma yang
terjadi pada apeks pleura dan hal ini lebih sering pada anak-anak karena letak
pleura terhadap trakea relatif lebih tinggi. Pemeriksaan Rontgen harus
dilakukan setelah trakeostomi yang sukar atau tarkeostomi pada anak untuk
mendiagnosis secara dini adanya komplikasi tersebut.2
b. Komplikasi
menengah
Komplikasi menengah terjadi pada jam-jam
atau hari-hari pertama setelah trakeostomi. Berbagai derajat trakeitis atau
trakeobronkoitis dapat terjadi disebabkan udara tidak melewati pengaturan
kondisi udara di saluran napas bagian atas. Pemakaian pipa trakeostomi yang
tidak sesuai merupakan sumber bermacam-macam komplikasi. Pipa yang panjang akan
bergeseran dengan dinding anterior trakea atau karina sehingga menyebabkan
obstruksi sebagian trakea atau ulserasi. Pipa yang lebih panjang dapat sampai
ke salah satu bronkus sehingga menyebabkan atelektasis paru sisi lain. Pipa
yang terlalu pendek cenderung untuk bergeser keluar trakea terutama jika leher
dalam keadaan fleksi pada orang gemuk atau anak kecil. Obstruksi pipa
trakeostomi oleh sumbatan lendir atau bekuandarah disebabkan perawatan yang
kurang baik. 2
Emfisema
subkutis dapat disebakan oleh jahitan insisi yang rapat atau pembalutan luka di
sekeliling trakeostomi. Emfisema biasanya terdapat di leher dan dada bagian
atas, tetapi dapat juga mengenai seluruh tubuh. Tiap penyebab yang dapat
menyempitkan sekitar pipa antara kulit dan trakea harus dihilangkan untuk
mencegah keadaan ini berlanjut.2
c. Komplikasi
lanjut
Komplikasi
lanjut dari trakeostomi paling sering akibat pipa yang dipertahankan untuk
waktu lama. Stenosis saluran napas dapat timbul akibat jaringan parut setinggi
lubang trakeostomi, yaitu setinggi balon (cuff)
atau setinggi ujung distal kanul, bila mengerosi selaput lendir dan tulang
rawan di bawahnya.18
Fistel
trakeokutan yang menetap disebabkan oleh epitelisasi pada saluran kanul. Epitel
harus diangkat dan luka ditutup lapis demi lapis untuk mendapatkan penutupan
luka yang permanen. Trakeomalasia terbatas akibat trakeostomi biasanya mengenai
daerah langsung di atas trakea. Hal ini dapat disebabkan karena pemakaian pipa
trakeostomi yang terlalu besar dan bersudut tajam, yang menyebabkan pipa
mengenai cincin trakea di atas trakeostoma, mendorong ke belakang dan
menyebabkan kekakuannya hilang. Hal ini dapat dihindari dengan menggunakan pipa
yang lebih lentur dari Silastik. Trakeomalasia pada anak dapat menyebakan
dekanulasi tertunda.2
Penggunaan
insisi kulit vertikal merupakan penyebab paling sering untuk pembentukan
jaringan parut. Lamanya trakeostomi dipertahankan juga merupakan masalah
penting dalam pembentukan parut yang dapat dikurangi dengan mencabut pipa
sedini mungkin. Kontraktur vertikal dan meluasnya parut yang hipertrofi
memerlukan reparasi plastik berbentuk Z.2
Fistel
trakeoesofagus dapat merupakan komplikasi dari insisi yang kurang hati-hati menembus
dinding posterior trakea atau ulserasi akibat trauma dari pipa. Ulserasi trakea
paling sering terjadi bila balon pipa trakeostomi digunakan untuk waktu yang
lama. Jika diperlukan pipa dengan balon, balon harus diawasi untuk mendapatkan
inflasi yang simetris karena inflasi yang tidak seimbang dapat menyebabkan ujung
pipa menekan salah satu trakea yang menyebakan terjadinya ulkus dan mungkin
fistel. Balon harus dikempiskan sekurang-kurangnya tiap jam sekali untuk
mencegah terjadinya nekrosis mukosa. Jika telah timbul fistel, tak akan terjadi
penutupan spontan sehingga perlu tindakan pembedahan untuk penutupan lumen.2
XIV. DEKANULASI
Pipa trakeostomi jangan dibiarkan lebih
lama dari waktu yang diperlukan, terutama pada anak, harus diangkat secepatnya
untuk mengurangi timbulnya trakeobronkitis, ulserasi trakea, stenosis trakea,
trakeomalasia, dan fistula trakeokutan menetap. Segera setelah keadaan pasien
membaik, ukuran pipa trakeostomi diperkecil sampai ukuran yang memungkinkan
udara dapat memintas pipa menuju saluran napas atas. Hal ini menolong
menghindari ketergantungan fisiologik pada pipa yang besar akibat menurunnya
resistensi pernapasan. Kemudian pipa ditutup dan dinilai apakah jalan napas
adekuat, kemampuan menelan, dan mengeluarkan sekret. Jika pipa dapat ditutup
selama 8-12 jam, pipa dikeluarkan dan fistel trakeokutan ditutup. Segera
setelah dekanulasi, luka diperban dan pasien harus diamati dengan ketat. Alat
yang diperlukan untuk mendapatkan jalan napas kembali selalu harus
disediakan.Penyembuhan luka memakan waktu sekitar beberapa hari atau seminggu.2,15
DAFTAR PUSTAKA
- Boies L. R. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Trakeostomi. Jakarta : EGC. 1997. Hal. 473-485.
- Ballenger, John Jacob. Penyakit-penyakit Laring. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi XIII Jilid I. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 1994. Hal. 451, 454-460.
- Krisnabudhi, H. R. Perawatan Mandiri Pasca Trakeostomi. Dalam :Cermin dunia kedokteran. [Online]. [Cited on 2011]. Available from : URL : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/144_13PerawatanMandiriPascaTrakeostomi
- Lindman Jonathan, Tracheostomi.[Online]. [Cited on 2011]. Available from : URL : http://emedicine.medscape.com/article/865068-treatment
- Sjamsuhidajad R, Kepala dan leher. Dalam : Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran ECG. 2002. Hal 421-2
- Anatomy and Phisiology. In: Tracheostomy Care Handbook. SIMS Portex Inc. p. 5-8
- Wilson Loiranne, Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan. Dalam : Patofisiologi. Jilid 2. Jakarta : Penerbit buku kedokteran ECG. 2006. Hal 736-8
- Amritsar. Tracheostomy. [Online]. [Cited on 2011]. Available from : URL : http://www.mmh.org.tw/taitam/csc/pic/cricoid.jpg
- Hadiwikarta A, Rusmarjono, Soepardi EA. Penanggulanangan Sumbatan Laring. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti DR, eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. 2010. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hal. 246-250.
- Russel C. What is a tracheostomy. In : Tracheostomi a multiprofessional hand book. Cambridge. P.29-34
- Muralidhar. Tracheostomi in ICU: An Insight into The Present Concepts. Indian Journal of Anasthesia. 2008. p. 28-37.
- Durbin CG. Indication for and Timing of tracheostomy. Respiratory Care. Vol 50 No. 4. 2005. p. 483-7.
- Grillo HC. Tracheostomy: Uses, Varieties, Complications. In: Surgery of The Trachea and Bronchi.
- Shiley F. Flexibel tube, flexsibel future. In : Flexibel dual canula tracheostomy tubers
- Harkin H Russell, Caring for the patient with a tracheostomi. NHS Quality Improvement Scotland.2003. p. 27-30
- Walts PA, Murthy SC, DeCamp MM. Techniques of surgical tracheostomy.
- Dhingra, PL. Tracheostomy. In: Disease of Ear, Nose, and Throat. Fourth Ed. 2008. New Delhi: Elsevier. p. 293-4
- Asworth, P. & Keegan. In : NHS Quality Improvement Scotland. (0nline). Cited : 2011. Avaible : www.nhshealthquality.org
- Pasha R. Otolaryngology Head and Neck Surgery. Clinical Reference Guide. p. 97.
- Dhillon RS and East CA. Ear, Nose, and Throat and Head and Neck Surgery. 2nd Ed. Churchill Livingstone. 2000. p. 70.
- Cody, TR, Kern EB, Pearson BW. Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan. . EGC. p. 369.
- Broek PVD, Debruyne F, Feenstra L, Marres HAM. Buku Saku Ilmu Kesehatan Tenggorok, Hidung, dan Telinga. Edisi 12. p. 170.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar