Jumat, 30 November 2012
Jumat, 23 November 2012
Askep Demensia
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Peningkatan
dengan jumlah orang yang mencapai usia tua telah menjadi masalah besar bagi
pelayanan psikiatri. Lebih banyak orang hidup di usia tua,diman mereka beresiko
untuk demensia serta lebih sedikit orang muda ada untuk merawatnya. Proses
penuaan secara normal membawa perubahan mental maupun fisik. Penurunan
intelektual mulai terlihat pada dewasa muda, dan semakin jelas pada usia tua. Kesulitan
mengingat berbentuk lambatnya dan buruknya daya ingat,lupa senilis yang ringan
biasanya lupa nama atau hal lain yang relative tidak penting. Penuaan juag
melibatkan perubahan sosial dan psikologi.
Penuaan
fisik dan pensiun pekerjaan menimbulkan penarikan diri dari masyarakat, sejalan
dengan itu terjadi penyempitan minat dan pandangan ketidakmampuan meneriam
pemikiran baru,kecenderungan memikirkan hal yang lampau dan mempunyai pandangan
konservatif. Perubahan ini semakin cepat pada orang tua yang mnederita penyakit
mental. Penyakit mental pada orang tua sangat bervariasi,maka terjadilah
masalah besar seperti masalah sosial dan ekonomi maupun medis yang muncul
akibat demensia senilis dan demensia multi infark. Penyakit ini sering terjadi
bahkan meningkat karena populasi orang tua bertambah dan tidak tersedianya
tindakan pencegahan atau pengobatan. Banyak orang tua yang menderita demensia juga
menderita penyakit fisik penyerta lain.
Lanjut
usia atau lansia identik dengan demensia atau pikun dan perlu diketahui bahwa
pikun bukanlah hal yang normal pada proses penuaan. Lansia dapat hidup normal
tanpa mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan tingkah laku seperti
yang dialami oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar orang mengira orang
bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh para lansia,
kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua tingkat usia
dan jenis kelamin (Harvey, R.J.et al.2003).
Hal
ini akan menitikberatkan pada demensia yang diderita oleh lansia dan perawatan
yang dapat dilakukan keluarga sebagai support system yang penting untuk penderita
demensia.
PEMBAHASAN
A.Pengertian
Lansia merupakan kelanjutan dari usia dewasa (menurut
Dra. Ny. Jos Masdani psikolog UI).
Demensia merupakan sindroma yang ditandai oleh
berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.( Harold I. Kaplan,
MD,dkk, 1997, hal.512).
Demensia adalah gangguan kronis dengan awitan lambat
dan biasanya berprognosis buruk. (Issacs,Ann, 2004, hal. 260).
Demensia adalah keadaan dimana seseorang mengalami
penurunan kemampuan daya ingat dan daya ingat dan daya pikir dan kemampuan
kemampun tersebut menimbulkan gangguan terhadap fungsi kehidupan sehari-hari.
Demensia dikenal sebagai keadaan organik kronika
atau sindroma otak kronika atau kegagalan otak. ( I.M. ingram G.C. timbury.
R.M. mowbray, 1993, hal.29 ).
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit atau gangguan otak yang biasanya bersifat kronik, progresif, dimana terdapat gannguan fungsi luhur kortikal yang multipel (multiple higher cortical function) termasuk didalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi , daya tangkap ( comprehension ), berhitung, kemampun belajar, berbahasa dan daya nilai judgment, umumnya disertai, dan daya nilai judgment, umumnya disertai danada kalanya diawali dengan kemerosotan ( deterioration ) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial dan motivasi hidup.
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit atau gangguan otak yang biasanya bersifat kronik, progresif, dimana terdapat gannguan fungsi luhur kortikal yang multipel (multiple higher cortical function) termasuk didalamnya : daya ingat, daya pikir, orientasi , daya tangkap ( comprehension ), berhitung, kemampun belajar, berbahasa dan daya nilai judgment, umumnya disertai, dan daya nilai judgment, umumnya disertai danada kalanya diawali dengan kemerosotan ( deterioration ) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial dan motivasi hidup.
Demensia merupakan suatu sindroma yang menunjukkan
adanya kemunduran intelegensi. Delirium dikenal sebagai keadaan organic akut, psikosis
simtomatik, sindroma otak akut. ( I.M. ingram G.C. timbury. R.M. mowbray, 1993,
hal.28).
Delirium juga dapat diartikan suatu status kekacauan
mental akut. (Hudak, Carolyn M,1997,hal.45).
Delirium adalah suatu gangguan kesadaran, biasanya
terlihat bersamaan dengan gangguan fungsi kognitif secara global. (Harold
I.Kaplan,MD,dkk, 1997,hal 505).
Delirium adalah gangguan akut yang cepat awitan,
yang biasanya bisa disembuhkan bila segera diobati. (Issacs,Ann,2004,hal.260).
B.
Epidemiologi
Alzheimer adalah wanita,mempunyai sanak saudara
tingkat pertama dengan gangguan Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan.
Diantara orang amerika yang berusia 65 tahun kira-kira 5% menderita demensia
berat dan 15% menderita demensia ringan. Orang Amerika yang berusia 80 tahun,
kira-kira 20% menderita berat, 50-60% menderita demensia dengan type Alzheimer.
Faktor resiko untuk perkembangan dengan type tersebut dan mempunyai riwayat
cidera kepala. Sindrom Down juga secara karakteristik berhubungan dengan perkembangan
demensia type Alzheimer. Type demensia yang paling sering kedua adalah Demensi
Vaskular. Demensia vaskular yaitu Demensia yang secara kausatif berhubungan
denga penyakit Serebro Vaskuler. Demensia Vaskuler berjumlah 15-30% dari semua
kasus Demensia. Demensia Vaskular paling sering ditemukan pada orang yan
berusia antara 60 dan 70 tahun, dan lebih sering pada laki-laki dibanding
wanita. Hipertensi merupakan predisposisi seseorang terhadap penyakit.
Penyebab demensia lainya yang sering, masing-masing
mencerminkan 1-5% kasus adalah trauma kepala. Demensia yang berhubungan dengan
gangguan pergerakan sebagai contoh penyakit Huntington dan penyakit Parkinson, karena
demensia merupakan suatu sindroma yang umum dan dokter harus memulai
pemeriksaan klinis yang cermat pada seorang pasien demensia untuk menegakkan
penyebab demensia pada tertentu.
Delirium adalah gangguan yang umum, usia lanjut
adalah factor resiko utama untuk perkembangan delirium. Factor predisposisi
lainnya untuk perkembangan delirium adalah usia yang muda (yaitu anak-anak),
cedera otak yang telah ada sebelumnya (sebagai contoh demensia, penyakit
kardiovaskuler, tumor), riwayat delirium, ketergantungan alcohol,diabetes,
kanker, gangguan sensoris misalnya kebutaan dan malnutrisi.
C. Penyebab
Demensia
disebabkan oleh:
a. Kondisi
akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan, bila kondisi akut yang
menyebabkan delirium atau tidak dapat diobati, terdapat kemungkinan bahwa
kondisi ini akan menjadi kronik dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
b. Penyakit
vaskular, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan ateroklerosis dapat
menyebabkan stroke.
c. Penyakit
Parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
d. Penyakit
prion ( Protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit Creutzfeldt-Jakob).
e. Infeksi
human imuno defesiensi virus (HIV) dapat menyerang system saraf pusat,
menyebabkan ensefalopati HIV atau komlek demensia AIDS.
f. Gangguan
struktur jaringan otak, seperti tekanan normal hidrosefalus dan cedera akibat trauma kepala.
Delirium
disebabkan oleh:
a.
Penyakit akut atau kronis, seperti gagal
jantung kongestif, pneumonia, penyakit ginjal dan hati,kanker dan stroke.
b.
Faktor hormonal dan nutrisi, diabetes,
ketidakseimbangan adrenal, atau tiroid, malnutrisi dan dehidrasi.
c.
Kerusakan sensorik yang berkaitan dengan
kehilangan penglihatan dan pendengaran serta deprivasi tidur.
d.
Pengobatan, meliputi meminum berbagai
obat, resep ( terutama kombinasi obat yang bersifat antikolinergik).
a) Obat-obat
yang mengganggu sistem kolinergik dan neurotransmitter asetikolin dapat
mempengaruhi memori,kemampuan belajar, kemampuan konsentrasi dan keadaan
terjaga.
b) Contoh
obat antikolinergik antara lain antipsikotik, antihistamin, anti depresan, dan
antiparkinson.
e. Prosedur
badah atau trauma, termasuk kehilangan darah dan syok.
D. Klasifikasi
a. Menurut
umur :
· Demensia
senilis yaitu demensia yang terjadi pada usia > 65 tahun.
· Demensia
prasenilis yaitu demensia yang terjadi pada usia < 65 tahun.
b. Menurut
perjalanan penyakit:
· Reversibel
· Irreversibel
( normal pressure hidrosefalus, subdural hematoma, vitamin B defesiensi,
hipoteriodisme, intoksikasi PB).
c. Menurut
kerusakan struktur otak
· Demensia
tipe Alzheimer
Alzheimer
adalah penurunan konsentrasi asetilkolin dan kolin asetil transferase didalam
otak dan merupakan penyakit degenerative akibat kematian sel-sel otak dan
umumnya menyebabkan kemunduran fungsi intelektual atau kognitif, yang meliputi
kemunduran daya mengingat dan proses berfikir. prilaku yang dialami demensia
ini adalah mudah lupa atau pikun. Walaupun pennyebab demensia tipe Alzheimer
belum diketahui secara pasti, beberapa penelitian telah menyatakan bahwa
sebanyak 40 % pasien mempunyai riwayat keluarga menderita demensia tipe
Alzheimer sehingga faktor genetik sangat dianggap berperan dalam perkembangan
gangguan didalam sekurangnya beberapa kasus.
· Demensia
non Alzheimer
· Demensia
vaskular
· Penyebab
utama dari demensia vaskular adalah penyakit vaskular cerebral yang multipel
yang menyebabkan suatu pola gejala demensia, yang biasanya juga disebut
demensia multi infark. Demensia vascular ini sering terjadi pada laki-laki
khususnya pada mereka dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau factor
resiko kardiovaskuler lainnya.
· Demensia
Jisim Lewy (Lewy Body Dementia)
· Demensia
Lobus frontal temporal
· Demensia
terkait dengan HIV-AIDS
· Morbus
Parkinson
· Morbus
Hungtington
· Morbus
Pick
· Morbus
Jakob-Creutzfeldt
· Sindrom
Gerstmann-Straussler-Scheinker
· Prion
disease
· Palsi
Supranuklear progresif
· Multiple
sklerosis
· Neurosifilis
· Tipe
campuran
d. Menurut
sifat klinis :
· Demensia
propius
· Pseudo-demensia
e. Tanda
dan gejala
Demensia :
a. gangguan
daya ingat
b. Perubahan
kepribadian
c. Orientasi
d. Gangguan
bahasa
e. Psikosis
f. Mudah
tersinggung, bermusuhan
g. Gangguan
lain: Psikiatrik, Neurologis, Reaksi Katastropik, Sindroma Sundowner
h. Kesulitan
mengatur penggunaan keuangan
i. Tidak
bisa pulang kerumah jika bepergian
Delerium :
Ditandai
oleh kesulitan dalam :
a. Konsentrasi
dan memfokus
b. Mempertahankan
dan mengalihkan daya perhatian.
c. Kesadaran
naik turun
d. Disorientasi
terhadap waktu, tempat dan orang
e. Halusinasi
biasanya visual kemudian yang lain
f. Bingung
menghadapi tugas sehari – hari
g. Perubahan
kepribadian dan a – hari
h. Perubahan
kepribadian dan afek
i. Pikiran
menjadi kacau
j. Bicara
ngawur
k. Disartria
dan bicara cepat
l. Neologisma
m. Inkoheren
Gejala
termasuk :
a.
Perilaku yang inadekuat
b.
Rasa takut
c.
Curiga
d.
Mudah tersinggung
e.
Agitatif
f.
Hiperaktif
g.
Siaga tinggi ( hyperalet )
Atau sebaliknya bisa menjadi:
a.
Pendiam
b.
Menarik diri
c.
Mengantuk
d.
Banyak pasien yang berfruktruasi antara
diam dan gelisah
e.
Pola tidur dan makan terganggu
f.
Ganguan kognitif, jadi daya mempertimbangkan
dan titik diri terganggu
F.
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.Pengkajian
1) Riwayat
1) Riwayat
Kaji ulang riwayat
klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan gejala karakteristik yang
berkaitan dengan gangguan tertentu yang didiagnosis.
2)
kaji adanya demensia
Dengan alat-alat yang
distandarisasi :
a)
Mini Mental Status Exam (MMSE)
b)
Short portable Mental Status
Questionnarie
3) Singkirkan kemungkinan adanya depresi
Dengan alat skrining
yang tepat, seperti Geriatric Depression Scale ( Yesavage & brink, untuk
perbandigan gejala delirium, demensia, depresi.
4) Ajukan
pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
5) Wawancarai klien,
pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan
observasi langsung terhadap:
a.
Perilaku.
1. Bagaimana
kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan aktivitas hidup
sehari-hari?
2. Apakah
klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial?
3. Apakah
klien sering meneluyur dan mondar mandir?
4. Apakah
dia menunjukkan sundown syndrome atau perseveration phenomena?
b.
Afek ‘
1. Apakah
klien menunjukkan ansietas?
2. Labilitas
emosi?
3. Depresi
atau apatis?
4. Iribilitas
?
5. Curiga
?
6. Tidak
berdaya?
7. Frustasi?
c.
Respon Kognitif
1. Bagaimana
tingkat orientasi klien ?
2. Apakah
klien mengalami kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru saja atau yang
sudah lama terjadi?
3. Sulit
mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan? Kurang mampu membuat
penilaian terbukti mengalami afasia, agnosia, atau apraksia?
6) Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau
keluarga.
a. Identifikasi
pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah menjadi pemberi
asuhan di keluarga tersebut. (demensia jenis Alzheimer tahap akhir dapat sangat
menyulitkan karena sumber daya keluarga mungkin sudah habis.)
b. Identifikasi
system pendukung yang ada pada pemberi asuhan dan anggota keluarga yang lain.
c. Identifikasi
pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya komunikasi ( catat
hal-hal yang perlu diajarkan).
d. Identifikasi
system pendukung spiritual bagi keluarga.
e. Identifikasi
kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran pemberi asuhan tentang
dirinya sendiri.
B.
Analisis
a. Setelah
menganalisis data yang dikaji,bedakan prioritas klien
b. Evaluasi
kemampuan koping klien dan keluarga; evaluasi tingkat ansietas klien dan
potensinya untuk mengekspresikan prilaku tanpa sadar.
c. Analisis
tingkat kerusakan yang berkaitan dengan gangguan kognitif tertentu.
d. Analisis
sumber daya yang tersedia bagi klien, pemberi asuhan, atau keluarga.
C. Diagnosa Keperawatan
Tetapkan
diagnosis keperawatan untuk klien yang meliputi, tetapi tidak terbatas
pada,yang berikut ini :
a. Ansietas
( sebutkan tingkatnya)
b. Koping
individu tidak efektif
c. Gangguan
proses berpikir
d. Gangguan
penatalaksanaan rumah
e. Gangguan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
f. Perubahan
kinerja peran
g. Konfusi
akut
h. Konfusi
kronik
i. Isolasi
sosial
j. Perubahan
sensori persepsi
k. Kurang
perawatan diri
l. Hambatan
komunikasi verbal
m. Gangguan
pola tidur
n. Resiko
kekerasan terhadap diri sendiri/orang lain
Tetapkan diagnosis
keperawatan untuk pemberi asuhan atau keluarga.
a. Koping
keluarga tidak efektif: menurun
b. Perubahan
proses keluarga
c. Ketegangan
peran pemberi asuhan
D. Perencanaan dan identifikasi hasil
1. Bekerja
sama dengan klien, pemberi asuhan, atau keluarga dalam menetapkan tujuan yang
realistik.
2. Tetapkan
kriteria hasil yang diinginkan klien, pemberi asuhan, atau keluarga.
a. Klien
tetap aman dan bebas dari cidera
b. Klien
menunjukkan berkurangnya tingkat ansietas.
c. Klien
tetap berorientasi sesuai kemampuan. Bila orientasi tidak mungkin, klien merasa
divalidasi dan diterima.
d. Klien
mempertahankan kemampuan yang ada untuk melakukan aktivitas sehari-hari dengan
petunjuk seperlunya.
e. Klien
mempertahan kan nutrisi dan cairan yang adekuat.
f. Klien
tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain.
g. Klien
mengikuti aktivitas dan istirahat rutin yang telah dijadwalkan.
h. Klien
mengalami reaksi katastropik minimum.
i.
Pemberi asuhan dan keluarga
mengidentifikasi danm menggunakan system pendukung yang ada.
j.
Pemberi asuhan melakukan berbagai
tindakan untuk mencegah beban yang berlebihan.
k. Pemberi
asuhan mengungkapkan keyakinannya secara verbal dalam hal kemampuan memberikan
asuhan bagi klien.
E.
Implementasi
1. Jaga
keselamatan
a. Lakukan
tindakan kedaruratan sesuai kebutuhan ( misal, untuk aspirasi, cedera, kejang).
b. Antisipasi
bahaya lingkungan dan singkirkan benda-benda yang beresiko membahayakan; jaga
agar lingkungan sekitar bebas dari benda-benda yang berserakan.
c. Minimalkan
resiko masalah kardiovaskular ( misal anemia, hipertensi, angina) dengan diet
yang tepat, medikasi, latihan fisik dan istirahat.
d. Pantau
obat-obatan dan interaksi obat, pastikan dosis yang aman untuk pasien lansia.
Beri perhatian khusus terhadap obat-obatan yang bersifat antikolinergik.
2. Berespon
terhadap defisit kognitif
a. Panggil
klien dengan namanya dan perkenalkan diri anda. Gunakan pesan yang singkat dan
jelas. Berikan instruksi satu persatu.
b. Bantu
memori klien dengan kalender, papan orientasi, pengingat musiman, tanda-tanda
dan label sesuai kebutuhan.
c. Hindari
tuntutan yang menimbulkan stres, dan batasi tugas klien dalam mengambil keputusan.
d. Tawarkan
aktivitas yang sesuai dengan kemampuan klien.
e. Hindari
atau batasi situasi yang memalukan secara sosial; dukung dan jaga martabat
klien.
f. Jangan
memperkuat atau menyetujui halusinasi, ilusi atau waham. Berespon dan berfokus
pada persaan klien.
g. Gunakan
tekhnik mengingat untuk mendorong klien menggunakan ingatan yang lebih utuh.
Dorong klien untuk mmembicarakan kejadian-kejadian masa lalu; gunakan kaset
perekam untuk merekamnya dan memainkan kembali rekaman tersebut. Foto keluarga
untuk menstimulasi ingatan.
h. Gunakan
terapi validasi bila klien tidak lagi berespon terhadap tekhnik-tekhnik
orientasi realitas.
3. Pertahankan
tingkat fungsional klien untuk melakukanaktivitas sehari-hari.
a. Tingkatkan
keseimbangan antara istirahat dan aktivitas.
b. Bantu
klien untuk berswadaya; gunakan petunjuk dan penguatan yang positif.
c. Bantu
klien degan toileting pada jadwal yang terstruktur; gunakan celana sekali pakai
sesuai kebutuhan untuk menjaga martabat klien.
d. Pertahankan
diet yang seimbang dan pastikan asupan cairan yang adekuat. Tawarkan makanan
yang dapat dipegang bila klien kesulitan menggunakan alat-alat makan.
4. Hindari
dan minimalkan reaksi katastropik
a. Pertahankan
konsistensi struktur dan rutinitas.
b. Kurangi
stimulus lingkungan bila klien cemas.
c. Jangan
melakukan pendekatan terlalu cepat atau menyentuh bila klien mengalami
iritabilitas, agitasi, atau curiga.
d. Bila
klien teragitasi, tetap bersama klien dan pertahankan sikap yang tenang dan
mendukung.
e. Gunakan
lampu malam dan interaksi yang tenang untuk mengurangi fenomena sundown.
f. Beri
penyuluhan pada pemberi asuhan dan keluarga.
F.
Evaluasi
Hasil
1. Klien
menunjukkan berkurangnya ansietas dan bertambahnya rasa aman dalam lingkungan
yang terstruktur. Klien mempertahankan tingkat orientasi yang maksimal sesuai
kemampuannya.
2. Klien
mempertahankan kemampuannya melakukan aktivitas sehari-hari dalam lingkungan
yang terstruktur.
3. Klien
menahan diri dari ekspresi perilaku yang tidak disadari.
4. Anggota
keluarga menggunakan semua pelayanan dan bantuan dan sumber masyarakat yang
tersedia
DAFTAR
PUSTAKA
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis psikistri. Jakarta: Bina rupa aksara.
Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan kesehatan jiwadan psikiatrik. Jakarta: EGC.
Hudak, Carolyn M. 1997. Keparawatan kritis : pendekatan holistic. Jakarta: EGC
Kaplan dan Sadock. 1997. Sinopsis psikistri. Jakarta: Bina rupa aksara.
Isaacs, Ann. 2004. Keperawatan kesehatan jiwadan psikiatrik. Jakarta: EGC.
Hudak, Carolyn M. 1997. Keparawatan kritis : pendekatan holistic. Jakarta: EGC
Langganan:
Postingan (Atom)